Seandainya...


Selasa (02/04/2013) sore, saya berangkat ke kampus untuk mengikuti perkuliahan. Sebelumnya, saya jarang ke kampus karena sedang dalam kondisi malas untuk mengikuti perkuliahan karena jadwalnya tabrakan. Setelah cerita dengan teman, orang tua, dan meminta petunjuk dari Sang Pencipta, mengenai langkah saya selanjutnya. Akhirnya, setelah cerita dengan orang lain dan menuliskan kegundahan hati saya dengan judul pertarungan hati seorang mahasiswa, saya pun memilih untuk tetap kuliah dengan segala resiko yang akan terjadi di akhir semester.
Setelah tiba di kamps dan meletakkan motor di tempat parkir, saya pun langsung menuju ke mushollah yang ada ada di lantai dua. Kemudian, saya pun melaksanakan sholat ashar karena ketika di tempat kerja, saya belum sempat melaksanakan sholat ashar. Tentunya, dengan berwudhu terlebih dahulu sebelum melaksanakan sholat ashar.
Lima belas menit berlalu, saya pun memilih untuk tidur-tiduran terlebih dahulu. Waktu sholat maghrib dan masuk kuliah yang masih dalam hitngan lama, menjadi alasan bagi saya untuk tidur-tiduran. Suasana yang nyaman ditambah dengan hembusan angin yang dihasilkan oleh kipas angin, ternyata tidak terlalu mampu membuat mata saya terpejam beberapa menit. Saya pun akhirnya untuk memilih berdiri di pinggir jendela, menatapi orang-orang yang hilir mudik di jalanan menuju tempat yang mereka inginkan.
Mahasiswa kelas malam, belum terlalu banyak yang melintas untuk masuk ke kampus. Hanya beberapa orang saja. Saat saya menyaksikan pemandangan senja tersebut, saya melihat seorang wanita yang saya kenal. Wanita tersebut baru saja tiba di depan kampus, turun, dan berbicara dengan pacarnya. Pembicaraan mereka baru selesai hingga adzan maghrib berkumandang dan sang pacar pun akhirnya pergi. Kurang lebih, hampir tiga puluh menit mereka berbicara di depan pagar kampus.
Melihat mereka, saya pun berandai-andai. Seandainya saya berada di posisi mereka, tentu sangat nikmat rasanya. Ketika pergi kuliah, ada seorang wanita yang menemani bercerita ataupun kegiatan lainnya. Tentunya, wanita yang saya maksud bukanlah pacar, melainkan seorang istri. Menurut saya, bermesraan dengan istri akan menambah kecintaan dengan dirinya dan tentu saja akan bernilai ibadah.
Tapi sayang, sampai saat ini keinginan tersebut masih sebatas impian. Saat ini, saya masih fokus untuk kuliah dan mendapatkan gelar sarjana sebelum menikah agar ketika menikah nanti akan lebih baik dan dihargai oleh orang lain. Orang tua saya menginginkan kondisi tersebut karena pendidikan mereka hanya sampai kelas tiga sekolah dasar. Tentunya, kejadian yang mereka alami, tidak mau dirasakan oleh saya.
Kini, saya hanya bisa bersabar dan terus berusaha untuk memperbaiki diri sendiri dari hari ke hari. Saya lebih memilih untuk tidak pacaran. Saya yakin bahwa jika Allah SWT yang merupakan Sang Pencipta, telah mengizinkan saya untuk menikah, maka tidak akan ada yang akan menghalangi. Biarlah keinginan tersebut hanya menjadi angan-angan. Namun, saya yakin dalam waktu dekat, keinginan untuk bermesraan dengan seorang wanita yang merupakan istri saya, akan menjadi kenyataan.


0 comments:

Post a Comment